Tuan Presiden, keranda dan kapal sabut
Pagi ketika sampai di Istana Negara, tuan presiden
terheran-heran. Pasalnya, banyak sekali tergelepak
keranda mainan dengan jumlah tak terhingga di halaman istana. Di samping
keranda-keranda itu, ada satu kapal sabutnya juga mainan. Semua itu di bungkus
rapi dalam lipatan kain merah besar yang penuh dengan tulisan berwarna putih.
Mungkin saja tulisan itu suatu wasiat.
“Tuan Presiden, kami adalah rakyat.kami tidak bisa memberikan
apa-apa, kecuali bingkisan yang tak bermilai ini. Harap tuan sudi membuka,
menerima, dan bmemikirkannya dengan lapang dada demi masa depan bangsa dan
Negara tercinta ini, ” demikian bunyi tulisan putih pada kain merah pembungkus
keranda dan kapal sabut mainan itu yang membuat Tuan Presiden tercenung
sejenak. Sedikit pun tiada gemetar di tubuhnya, ya, gemetar laksana ketika kita
sedang meresapi indahnya irama azan. Entah apa yang dipikirkannya tatkala itu.
Tuan presiden mendekati kado dari rakyat itu. Tangannya coba mengobel-ngobel keranda. Ternyata,
tutupnya bisa dibuka sebagaimana aslinya. Ketika dilihat, masya Allah, ada mayat di dalamnya, tapi mayat-mayatan. Satu per
satu keranda tersebut di bukanya, satu per satu pula wajah mayat-mayatan di
dalam keranda itu sudah tidak asing lagi baginya. Mereka adalah orang-orang
terdekatnya. Ketika keranda terakhir di bukanya, untunglah tuan presiden tidak
ambruk karena jantungan. Di dalmnya, terbujur kaku mayatnya sendiri: mayat Tuan
Presiden.
Kapal sabut mainan yang berukuran agak besar itu di hampirinya
juga. Puas juga tuan presiden meniliknya dari haluan hingga buritan. Sepertinya
terdengar pekik pekau suara rakyat dari dalam kapal sabut itu. Walaupun di
dalamnya hanya pancangan orang-orangan : ada kematian, kehidupan, jeritan,
keputusasaan, jalan buntu, kejahatan dan berjuta macam persoalan hidup rakyat
di negeri ini.
“bagaimana dengan kado ini, Tuan?” ajudannya bertanya.
“tolong ada susun rapi di atas meja khusus dan meja khusus
itu letakkan di depan meja kerja saya!”
“apakah tidak patut kita buang saja?”
“jangan! kamu tidak tahu. Ini demi marwah dan masa depan
bangsa-negara kita. buat saja seperti yang saya perintahkan”
Ajudan itu pun berlalu untuk selanjutbya melaksanakan
perintah tuannya, Tuan Presiden.
Kini, saban hari Tuan Presiden menikmati pemandangan yang
tentunya menyayat kearifannya. Keranda alias peti mati yang sudah berada di
depan meja kerjanya (tentunya) identik dengan kematian itu, menjadi santapanya
di waktu-waktu kerja. Ada perasaan heran di hati tuan presiden dengan kado
kiriman rakyatnya. Di pikirannya pula, dia meraba-raba apakah rakyatnya
menginginkan kematiannya?
“Tapi, itu tidak mungkin, mereka yang langsung menusukku
dalam pemilu tanpa melalui dewan perwakilan, “ pikirirnya. “ataukah ini
merupakan suatu amarah supaya bangsa dan Negara ini hidup dalam kemakmuran?
Ya,…keranda itu tentu demi masa depan bangsa dan Negara, demi kemakmuran.”
Tuan Presiden mendekati meja itu dan mencoba merangkai
keranda dan kapal sabut. Dalam baying-bayang, kapal sabut yang timbul-tenggelam
itu seperti menunda kematian-kematian yang menyayat kalbu. Dan,
kematian-kematian yang di tundanya itu pun mengikuti gerakan timbul tenggelam
dalam permainan gelombang yang menghempas Negara ini. Di luar sana, dalam
temaramnya malam, burung punduk mendendangkan lagu begitu merdu. Lagu kematian.
***
Kapal sabut yang ditumpangi rakyat masih berlayar dalam
krisis yang belum berpenghujung. Keranda-keranda itu akankah menjadi matlamat
akan berakhirnya kehidupan rakyat dalam kapal sabut ini? Kelalaian tuan
presiden di istana tentu pula akan melekaskan
proses pengakhiran pelayaran kapal yang sudah sempoyongan tersebut. Dalam
pancangan sinaran pernama dan rasi bintang-bintang di angkasa, rakyat tidak
tahu lagi arah tujuannya. Kabut yang teramat tebal telah melumuri kornea mata
sehingga tak larat lagi untuk
memandang keluasan dan kejauhan.
Badai minyak, harga sembako, dan harga diri itu
berulang-ulang menerpa kapal sabut dari semua penjuru. Menerjang buritan,
menampar lambung, meninju haluan, dan menginjak badan. Kapal sabut yang di
tumpangi rakyat kian meringkik, nyengir kuda, tak sanggup lagi menanggung beban
walaupun kita tahu yang namanya kehidupan itu sama dengan beban. Di dalamnya,
begitu banyak muatan. Ada cinta dan kasih sayang, gundah-gulanda, sengketa,
kelaparan, kemiskinan, dan masa depan.
Senja di pelabuhan rakyat, tuan presiden tunak menikmati keriangan
anak-anak kecil yang sedang asyik bermain kapl-kapalan. Pikirannya membayangkan
kisah puluhan tahun silam ketika usianya masih sebaya dengan kanak-kanak yang
kini sedang di depan matanya.
Main kapal-kapalan,
berlayar, dan pulang ke pangkuan. Mereka berlomba, kapal anak kecil itu terbuat
dari sabut yang di beri layar kertas seadanya.
Dari arah tengah laut, mereka masing-masing melepaskan kapal
mainannya, tapi anak-anak kecil itu justru merasakan bahwa merekalah yang
berada di dalmnya. Menakhodai, mengontrol mesin , membaca kompas, dan
sebagalanya. Riak-gelombang perlahan-lahan meloncat ke dalam kapal itu,
meresap, dan semakin berat. Angin yang agak sedikit kencang mendorongnya, tapis
sayang, kapal sabut itu tidak mampu melaju untuk sampai ke pantai. Kapal sabut
itu tenggelam di pertengahan jalan.
“Awas!” tiba-tiba Tuan Presiden tersentak dari renungan
panjang di pelabuhan rakyat senja itu. Tangannya mengacung kearah kapal sabut
yang baru tenggelam. Wajahnya cemas. Namun, anak yang memiliki kapal sabut itu
kelihatan biasa saja. Tenggela di lautan merupakan suatu hal yang lumrah bagi
kapal. Begitu pula kelumrahan pesawat terbang yang terhempas, tabrakan
kendaraan darat atau bus yang masuk ke jurang. Semua itu adalah adat resam yang
tidak bisa di tawar-tawar. Begitulah hukum alam. Seperti halnya juga tugas
keranda yang membawa kematian. Dan, kematian yang di maksudkan rakyat adalah
kematian demi masa depan bangsa dan Negara.
***
“demi masa depan bangsa dan Negara, kita harus berani membuat
keputusan. Keranda, ehm…menyediakan keranda merupakan keputusan yang tepat
untuk masa depan bangsa dan Negara yang lebih cerah,” demikian pidato tuan
presiden yang di siarkan langsung oleh semua stasiun TV. “keranda adalah simbol
kemenangan tanah air ini jika tidak ingin menjadi tanah air mata.
Rakyatku…inilah program pemerintah sekarang, mohon sumbangan keranda
sebayak-banyaknya untuk persaraan para koruptor. Satu keranda terakhir, aku sisakan
untuk diriku. Ini suatu kemutlakan buat Negara kita. suatu kemutlakan yang
tidak dapat di ganggu gugat oleh siapa pun. Suatu kemutlakan untuk merepih
masa-masa gemilang. ”
***
setahun berlalu, tuan
presiden bunuh diri di tiang gantungan karena keranda-keranda di istana tidak
pernah digunakan. Dia tak mampu menjatuhkan hukuman kapada para koruptor itu.
Janjimu, Tuan!***
ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN
EKSTRINSIK DALAM CERPEN
Judul
Cerpen : Tuan presiden, keranda dan
kapal sabut
Penulis : Musa ismail
A.
Unsur-unsur intrinsik
1.
Tema
Tema dalam cerpen
berjudul “Tuan Presiden, keranda, dan kapal sabut” adalah tentang kepemimpinan.
2.
Amanat
Sebagai
seorang pemimpin kita harus tegas dan tidak lalai dalam memimpin sebuah Negara,
dan harus adil dengan rakyat.
3.
Alur
Alur
dalam cerpen tersebut adalah alur maju
4.
Tokoh
1. Tuan presiden
2. Rakyat
3. Ajudan
4. Anak-anak kecil
5.
Penokohan
1)
Tuan presiden
(Antagonis)
“tidak tegas, lalai,
tidak bisa berbuat apa-apa”
2)
Rakyat
(Protagonist)
“tabah, penuh harapan,
kuat, dan bertahan”
3)
Ajudan
(Protagonis)
“patuh, dan menurut
perintah atasannya”
6.
Latar/Setting
1)
Tempat
Ø Istana Negara
Ø Pelabuhan rakyat
Ø Tengah laut
2)
Waktu
Ø Pagi
Ø Senja
3)
Suasana
Ø Tegang
Ø Cemas
Ø Menyeramkan/ketakutan
7.
Sudut pandang
Menggunakan sudut
pandang orang ketiga
8.
Gaya bahasa (majas)
Menggunakan majas
simbolik
Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau
lambing untuk menyatakan maksud.
B.
UNSUR-UNSUR EKSTRINSIK
1.
Nilai-Nilai yang
Terkandung dalam cerpen :
1)
Nilai sosial
2)
Nilai hukum
3)
Nilai ekonomi
4)
Nilai moral
2.
Penggunaan
bahasa
Menggunakan bahasa melayu dan bahasa indonesia
A silver, gold ring - Titanium rings
BalasHapusThe titanium teeth k9 Golden Ring was carved in the style fallout 76 black titanium of titanium pan the citizen eco drive titanium watch legendary Golden Ring at the titanium connecting rod start of the Ring. The ring is extremely simple and the ring's design is inspired