haha..

Jumat, 23 Oktober 2015

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DALAM NOVEL LAYAR TERKEMBANG




DI SUSUN OLEH :

FITRI INDAH YUNITA
NIM : 140388201063

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONSIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2014


Analisis  Unsur Intrinsik Dalam Novel “Layar Terkembang”
Unsur Intrinsik adalah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra seperti unsur-unsur yang ada dalam unsur-unsur intrinsik. Intrinsik terdiri atas Unsur-Unsur seperti Alur, Tema, Penokohan, Sudut Pandang, Latar, Amanat, Dalam pengertian unsur-unsur intrinsik dan Penjelasan dari seluruh unsur-unsur intrinsik tersebut, Unsur-unsur Intrinsik digunakan untuk menganalisis novel-novel  agar lebih mudahkan kita dalam menganalisis novel tersebut, Apa lagi novel yang sangat tebal butuh waktu lama sehingga perlunya unsur-unsur intrinsik.
Layar Terkembang
Dikarang Oleh                 : SUTAN TAKDIR ALISYAHBANA
Tempat Kejadian             : Jakarta
Bentuk                            : Roman Bertendens (yang di didalamnya terselip maksud tertentu, atau yang  mengandung pandangan hidup yang dapat dipetik oleh si pembaca untuk  kebaikan. (Roman masyarakat- BP. 1936).

A.               Bentuk

1.                  Tema
Tema adalah inti atau ide pokok dalam cerita. Tema merupakan awal  tolak pengarang dalam menyampaikan cerita. Tema suatu novel menyangkut segala persoalan dalam kehidupan manusia, baik masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, dan sebagainya.
Tema yang terkandung di dalam novel Layar Terkembang yaitu : Emansipasi Wanita dan Percintaan
·                     “ panjang lebar Tuti menerangkan pengaruh seorang ibu dalam didikan anak yang di kemudian hari akan menjadi orang besar. Bahwa perempuanlah yang pertama kali memimpin anak dan menetapkan sifat-sifat yang mulia yang seumur hidup tidak berubah lagi dalam jiwa anak  
(Hlm 47)
·                     “sesungguhnyalah hanya kalau perempuan dikembalikan derajatnya sebagai manusia, barulah keadaan bangsa kita dapat berubah. Jadi , perubahan kedudukan  perempuan dalam masyarakat itu bukanlah semata-mata kepentingan perempuan.”
(Hlm 47)
·                     “tetapi lebih-lebih dari segalanya haruslah kaum perempuan insaf akan dirinya dan berjuang  untuk mendapatkan penghargaan dan kedudukan yang lebih layak. Ia tiada boleh menyerahkan nasibnya kepada golongan yang lain”
(Hlm 47)
·                     “kita harus membanting tulang sendiri untuk mendapatkan hak kita sebagai manusia. Kita harus merintis jalan untuk lahirnya perempuan yang baru, yang bebas berdiri menghadapi dunia, yang berani membentangkan matanya melihat kepada siapa juapun.”
(Hlm 47)

·                     “seraya melekapkan  tangan gadis itu dengan tangan kirinya kepada dadanya, mesra seperti tiada hendak dilepaskannya lagi, perlahan-lahan Yusuf mengangkat muka Maria melihat kepadanya dengan tangan kanannya,”Maria lihat saya sebentar.” Pada mata Maria Nampak kepadanya berlinang air mata dan mesra meminta menggemetarlah suaranya untuk yang pertama kali seumur hidupnya, “Maria , Maria, tahukah engkau saya cinta kepadamu?” “
(Hlm 80)
·                     “ ”Ah, engkau hendak mengatur-atur orang pula. Saya cinta kepadanya. Biarlah saya mati dari pada saya bercerai dari dia. Apa sekalipun hendak saya kerjakan baginya. Saya tidak takut saya dijadikan sahaya. Saya tahu ia juga cinta kepada saya. Saya percaya kepadanya dan saya tidak sekali-kali merasa hina menyatakan cinta saya itu,” jawab Maria dengan tegas mematahkan segala perkataan kakaknya yang menyakitkan hatinya yang masih luka itu”
(Hlm 87)
·                     “ Maria bertambah mendidih hatinya, “Biarlah saya katamu tidak berotak lagi. Saya cinta kepadanya, ia cinta pada saya. Saya percaya kepadanya dan saya hendak menyerahkan seluruh nasib saya di tanganya, biarlah bagaimana dibuatnya. Demikian kata hati saya. Saya tidak perlu nasihatmu”
(Hlm 88)
·                     “ “Demikian engkau menganggap cinta saya kepadamu? Ah,Yusuf, engkau tiada tahu hati saya. Engkau tiada percaya kalau saya katakan, sering sakit rasa jantung saya karena mencintai engkau. Kalau engkau tiada datang saja suatu petang, rusaklah segala pikiran saya. Tidak dapat saya melakukan suatu apa juapun. Tuti sering mengatakan saya gila, cinta saya kepadamu berlebih-lebihhan, terlampau di perhatikan.”
(Hlm 138-139)













2.                 Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui Karya yang diciptakan itu. Tidak terlalu berbeda dengan bentuk cerita yang Iainnya, amanat dalam novel akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita. Oleh karena itu, untuk mendapatkannya, tidak cukup hanya membaca dua atau tiga paragraf, melainkan membaca cerita tersebut sampai tuntas. 

Amanat yang terkandung dalam novel Layar Terkembang  antara lain yaitu :

·         Kita harus meningkatkan pendidikan, bukan hanya bagi kaum lelaki tetapi juga bagi kaum perempuan.
“teapi lebih-lebih dari segalanya haruslah kaum  perempuan sendiri insaf akan dirinya dann berjuang untuk mendapat penghargaan dan lebih layak”
(Hlm 47)
·         Kita harus bergerak semangat untuk membangun bangsa kita dari keterpurukan.
“Sesungguhnyalah hanya kalau perempuan di kembalikan derajatnya sebagai manusia, haruslah keadaan bangsa kita dapat berubah. Jadi, perubahan kependudukan perempuan dalam masyarakat itu bukanya semata-mata kepentingan perempuan”
(Hlm 47)

·         Kita harus semangat dalam menjalani hidup
“tetapi segera datang mendorong perasaan sama-sama menderita mesti dan berkatalah ia membujuk “Maria mesti kuat, engkau girang selalu jangan di turutkan hati iba. Lawan rasa kesepian, engkau mesti lekas baik lagi”  
(Hlm 194)

·         Kita harus percaya dengan takdir  bagaimanapun rencana kita tetapi Allah yang berkehendak.
“ yang mahakuasa menetapkan sesuatu yang tiada dapat dielakkan, Maria sakit, sehingga terpaksa dirawat di rumah sakit di pacet”
(Hlm 200)
·         pandangan seseorang mengenai  bahagia  berbeda-beda. Jadi, kita harus mengikuti kata hati kita untuk mendapat kebahagian tersebut.
“ bahwa bahagia itu ialah pekerjaan yang mudah, pendapat yang besar harapan yang baik di kemudian hari, pendeknya hidup yang senang saleh menganggap bahagia itu lain artinya. Bahagia itu tidak sama dengan hidup yang senang. Baginya yang di namakannya bahagia itu ialah dapat menurutkan desakan hatinya, dapat mengembangkan tenaga, kecakapanya sepenuh-penuhnya, dan menyerahkannya kepada yang terasa kepadanya yang terbesar dan termulia dalam hidup ini”
(Hlm 31)








A.            Isi

1.                  TOKOH DAN PERWATAKAN
Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh, pengarang dapat juga menyebutkannya langsung, misalnya si A itu penyabar, si B itu murah hati. Penjelasan karakter tokoh dapat pula melalui gambaran fisik dan perilakunya, lingkungan kehidupannya, cara bicaranya, jalan pikirannya, ataupun melalui penggambaran oleh tokoh lain.

·                    Maria (Pemeran utama)
Mudah kagum, mudah memuji dan memuja, mudah tersenyum, ucapannya sesuai dengan perasaanya yang bergelora, sangat girang dan ceria dan pancaran perasaannya tiada terhambat-hambat.

“Maria seseorang yang mudah kagum, yang mudah memuji dan memuja. Sebelum selesai benar ia berpikir, ucapanya telah keluar menyatakan perasaannya yang bergelora, baik waktu kegirangan maupun waktu keedukaan. Air mata dan gelak berselisih di mukanya sebagai siang dan malam. Sebentar ia iba semesra-mesranya dan sebentar berderau gelanya yang segar oleh kegirangan hatinya yang remaja.”
(Hlm 5)
·                     Tuti (Pemeran utama)
Tidak mudah kagum, sangat menjunjung tinggi hargadiri, pamdai cakap, jarang memuji, selalu memiliki pertimbangan yang masak, tetap pada pendirian, berjuang untuk bangsanya dan orang yang teliti
Tuti bukan seorang yang  mudah kagum, yang mudah heran melihat sesuatu. Keinsafannya akan harga dirinya amat besar. Ia tahu bahwa ia pandai dan cakap sarta banyak yang akan dapat dikerjakannya dan dicapainya. Jarang benar ia hendak lombar-melombar, turut menurut dengan orang lain, apabila sesuatu tiada sesuai dengan kata hatinya. “
(Hlm 5)
·                     Yusuf (Pemeran Utama)
Sangat mencintai Maria sepenuh hati, orang yang penuh cita-cita terhadap bangsa dan tanah air, berpikir kritis, bertanggung jawab dan sopan.
“Maria, engkau harus baik, lekas baik. Tiga bulan lagi akan selesai sekolah saya. Saya sendiri yang akan menjaga kekasihku. Sejak dari sekarang saya akan mempelajari penyakit tbc sedalam-dalamnya. Sebab kekasihku harus saya sembuhkan sendiri.    
(Hlm 171)
·                     Raden Wiraatmaja (Pemeran Pendamping)
Belum bisa mengkaji dan memahami jalan pikiran anak-anaknya terutama Tuiti.

“antara dirinya dengan anakanya ada terentang suatu tabir yang halus dan tiada nyata kelihatan kepadanya. Terutama sekali payah ia hendak mengkaji sikap dan pendirian Tuti yang lain benar Nampak kepadanya dari Maria.”
(Hlm 14)


·                     Ketiga anak laki-laki di sekitar  aquarium (pemeran sampingan)
Girang tak pernah diam
“Melihat kegirangan saudara-saudaranya yang tiada pernah diam barang sekejap juga pun itu, anak  yang bungsu yang di tangan ibu tidak dapat di tahan-tahan lagi: ia hendak turun , hendak berlari-lari.”
(Hlm 7)
·                     Mang Parta (Patadiharja) (Pemeran Pendamping)
Selalu menginginkan anaknya untuk hidup bahagia tetapi baginya bahagia adalah hidup senang dengan kemewahan
“ “ah, engkau Tuti. Saya tahu engkau sudah sebangsa pula dengan saleh. Tetapi engkau jangan marah, kalau saya katakan, bahwa bahagia yang engkau sebut itu omong kosong. Berbahagia ialah berbahagia, senang ialah senang, dan yang lain dari itu bukan berbahagia dan bukansenang namanya.” “
(Hlm 31)

·                     Saleh (Pemeran Pendamping)
 Hendak mencari pekerjaan yang bebas, dan menurutkan desakan hatinya untuk hidup bahagia, sesorang yang gembira, tajam pikirannya dan hidup hatinya

“Saleh menganggap bahagia itu tidak sama dengan hidup yang senang. Baginya yang dinamakannya bahagia itu ialah dapat menurutkan desakan hatinya, dapat mengembangkan tenaga, kecakapannya sepenuh-penuhnya, dan menyerahkannya kepada yang terasa kepadanya yang terbesar dan termulia dalam hidup ini “
(Hlm 31)
·                     Juhro (Pemeran Sampingan)
Selalu menyediakan makanan dan minuman setiap ada tamu yang datang ke rumah Pak Raden Wiraatmaja

“dari rumah turun Juhro membawa baki dengan tiga buah cangkir teh dan dua buah setoples dengan kasstengle dan kattetong Tuti menyambut cangkir teh dan setoples itu dan sekaliannya diletakkannya di atas meja. “
(Hlm 27)
·                     Ratna (Pemeran Pendamping)
Pekerja keras dan bersungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaanya serta selalu ada disamping suaminya saat ia sedih ataupun susah

“Ratna dilakukanya sungguh-sungguh, dengan bersungguh-sungguh ia berdiri di samping suaminya mengerjakan pekerjaan yang telah mereka pikul bersama-sama, dengan bersungguh-sungguh pula ia sebagai suaminya berdaya upaya merapatkan dirinya dan berjasa bagi tempat kediamannya.
(Hlm 190-191)
·                     Dahlan (Pemeran Sampingan)
Sering menemani Yusuf berjalan-jalan saat Yusuf berada di rumah kedua orang tuanya.

“Ketika tiba-tiba arus pikirannya tertahan mendengar bundanya mengetuk pintu kamarnya mengatakan, bahwa Dahlan menantinya diluar akan mengajaknya berjalan-jalan. “
(Hlm 63)

·                     Ibu Yusuf (pemeran Sampingan)
Sangat menyayangi Yusuf
“bundanya yang belum puas bercampur dengan anaknya yang tunggal itu, membantah dan mencoba menahan yusuf. Melihat bundanya bersungguh-sungguh benar menahanya, lemahlah hati Yusuf sehingga diturutkannya kehendak bundanyamenunda keberangkatannya beberapa hari. “
(Hlm 63)
·                     Ayah Yusuf (Pemeran Sampingan)
Tenang, selalu mengikuti kehendak Yusuf, tak banyak bicara dan percaya kepada Yusuf.
“Ayahnya yang tenang dan biasa menurutkan segala kehendak Yusuf tak banyak berbicara, sebab ia tahu bahwa ia boleh percaya kepada anaknya itu. Yusuf buka kanak-kanak lagi dan ia tahu apa yang harus dikerjakanya.”
(Hlm 63)
·                     Rukamah (pemeran pendamping)
Selalu menemani Maria saat di Bandung, suka mengganggu Maria dan menyesali akibat buruk yang disebabkan oleh perbuatannya yang suka mengganggu
“Melihat akibat kejenakaannya yang tiada sekali-kali akan sehebat itu, hilang lah nafsu Rukamah tertawa. Sedih dan iba hatinya melihat saudara sepupunya itu dan menyesallah ia akan perbuatannya.”
(Hlm 84-85)
·                     Iskandar dan Ningsing (pemeran Sampingan)
Girang dan ceria
“Maria berbalik menuju kedepan hendak bersua dengan mereka, lupa akan maksudnya yangmula-mula. Belum lagi sampai di tangga, telah kedengaran teriakan mereka yang girang, “He, aceuk Maria,” dan bergesa-gesa mereka datang menuju kepadanya seraya mengulurkan tangan.”

·                     Rukmini (pemeran sampingan)
Tidak ingin jauh dari bundanya
“tiba dekat ibunya, Rukmini yang tersedu-sedu, mengulurkan tangannya minta di ambil”
(Hlm 104)

·                     Perawat Maria (Pemeran Sampingan)
Selalu menghibur Maria, selalu menemani Maria saat kesepian dengan bermain dan selalu menyemangatinya

“Maria, mengapa engkau menangis? Mengapa…? Ah jangan kau turutkan hatimu. Engkau mesti girang, selalu girang, supaya lekas sembuh. Ayo duduk, mari kita bermain dam berdua …” amat girang bunyi perkataan juru rawat itu, membangkitkan kegembiraan.”
(Hlm 162)








2.                  Latar
Latar (setting) merupakan tempat, waktu, dan suasana teijadinya perbuatan tokoh atau peristiwa yang dialami tokoh. Dalam cerpen, novel, ataupun bentuk prosa lainnya, terkadang biasanya tidak disebutkan secara jelas latar perbuatan tokoh itu. Misalnya, di tepi hutan, di sebuah desa, pada suatu waktu, pada zaman dahulu, di kala senja.

a)                  Latar Tempat
·         Gedung Akuarium, yang merupakan tempat pertemuan Tuti dan Maria serta Yusuf untuk yang pertama kalinya
“pintu yang berat itu berderit terbuka dan dua orang gadis masuk ke dalam gedung akuarium”
(Hlm 3)
·         Air terjun Dago, tempat dimana Maria dan Yusuf saling mengatakan cinta serta berjanji akan menjadi pasangan suami istri di hari nanti.

“tiap-tiap hari air terjun dago itu ramai dikunjungi orang dari bandun, kebanyakan anak-anak muda murid sekolah rendah dan menengah yang hendak melihat tamasya air terjun yang permai itu.”
(Hlm 74)
 ·         Pacet, daerah tempat Maria dirawat serta di daerah ini Tuti dan Yusuf menginap di rumah Saleh dan Ratna yang merupakan teman semasa di bangku sekolah. Di daerah ini terjalin keakraban diantara keduanya.

“sunyi sepi hari berganti hari. Sudah sebulan lebih Maria di rumah sakit di pacet.”
(Hlm 157)
b)                       Latar Waktu
·            Pagi-pagi
“keesokan harinya pagi-pagi sebelum setengah tujuh  ia telah siap makan dan berpakaian akan pergi kesekolah”
(Hlm 16)
·              Petang
“tiap-tiap petang apabila sudah menyelesaikan rumah dan sudah pula mandi dan berdandan biasanya benar ia duduk di tempat itu menanti hari senja.”
(Hlm 25)
·                Malam
“pada malam Minggu, Tuti duduk di ruang dalam menghadapi meja membaca buku di bawah lampu”
(Hlm 126)

c)                  Latar Suasana

·         ketertarikan Yusuf terhadap Maria
“Sejak kembali dari mengantarkan Tuti dan  Maria, pikirannya senantiasa berbalik-balik saja kepada mereka berdua, yang terutama sekali menarik hatinya ialah Maria. Mukanya lebih berseri-seri, matanya menyinarkan kegirangan hidup dan bibirnya senantiasa tersenyum menyingkapkan giginya  yang putih.”
(Hlm 16)


·         kebimbangan dan goncangan jiwa yang dialami Tuti
“pikiranya sering melayang-layang, tidak tentu arahnya. Sering ia merasa gelisah, tetapi apa sebabnya tidak dapat diselidikinya. Kadang-kadang memberat rasa hatinya dan selaku menghilanglah tempat ia berpegang dan berjejak. Lemah terasa olehnya dirinya dan hilanglah kepercayaannya akan kesanggupan dan kecakapanya.”
(Hlm 90)
·         kegembiraan saat Maria dan Yusuf mengikrarkan janji di air terjun dago
“seraya melekapkan  tangan gadis itu dengan tangan kirinya kepada dadanya, mesra seperti tiada hendak dilepaskannya lagi, perlahan-lahan Yusuf mengangkat muka Maria melihat kepadanya dengan tangan kanannya,”Maria lihat saya sebentar.” Pada mata Maria Nampak kepadanya berlinang air mata dan mesra meminta menggemetarlah suaranya untuk yang pertama kali seumur hidupnya, “Maria , Maria, tahukah engkau saya cinta kepadamu?” “(Hlm 80)
3.      Alur
Alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab-akibat. Intisari alur ada pada permasalahan cerita. akan tetapi, suatu permasalahan dalam novel tak bisa dipaparkan begitu saja; jadi harus ada dasarnya. Oleh karena itu, alur terdiri atas  :
(1) perkenalan
(2) munculnya konflik
(3) konflik meninggi
(4) klimaks
(5) menyelesaikan konflik atau masalah
Di tahap saling mengenal, pengarang mulai menggambarkan situasi dan memperkenalkan tokoh-tokoh cerita sebagai pendahuluan. Di bagian kedua, pengarang mulai menampilkan pertikaian yang terjadi di antara tokoh. Pertikaian ini semakin meninggi, dan puncaknya dari masalah tersebut terjadi di bagian keempat (klimaks). Setelah fase tersebut terlampaui, sampailah di bagian kelima (pemecahan masalah). Alur pun menurun menuju  ke mencari solusi dalam masalah dan penyelesaian cerita. Itulah unsur-unsur alur yang berpusat pada konflik. Dengan adanya alur seperti di atas, pembaca dibawa ke dalam suatu keadaan yang menegangkan (suspense). Suspense inilah yang menarik pembaca untuk terus mengikuti cerita tersebut . Dari tahap-tahap alur di atas jelaslah bahwa kekuatan sebuah novel terletak pada kemampuan pengarang membawa pembacanya menemui masalah, memuncaknya masalah, dan berakhirnya masalah. Timbulnya konflik sering berhubungan erat dengan unsur watak dan latar. Konflik dalam cerita mungkin terjadi karena watak seorang tokoh yang menimbulkan persoalan bagi tokoh lain atau lingkungannya.

Alur yang di gunakan dalam novel ini adalah Alur Maju

• Perkenalan : Saat di gedung akurium Yusuf bertemu dengan Maria dan Tuti. Pertemuan itu memberi kesan istimewa pada Yusuf. Hingga akhirnya, Yusuf selalu merasa ingin bertemu dengan Maria. Dari pertemuan-pertemuan selanjutnya dengan Maria danTuti, Yusuf mulai jatuh cinta kepada Maria. Ternyata perasaan Yusuf dibalas pula oleh Maria. Mereka berdua hingga akhirnya merajut suatu ikatan khusus yang semakin lama semakin mendalam. Pada akhirnya, Yusuf dan Maria bertunangan.
“Sejak kembali dari mengantarkan Tuti dan Maria, pikirannya senantiasa berbalik-balik saja kepada mereka berdua. Perkenalan yang sebentar itu meninggalkan jejak yang dalam dikalbunya. Tetapi tidak, terutama sekali menarik hatinya ialah Maria. Mukanya lebih berseri-seri, matanya menyinarkan kegirangan hidup dan bibirnya senantiasa tersenyum menyinarkan giginya yang putih.”
(Hlm 16)
• Konflik : Maria dan Tuti bertengkar hebat. Pertengkaran itu disebabkan oleh kritikan pedas Tuti terhadap Maria. Tuti mengkritik bahwa cinta Maria kepada Yusuf sangat berlebihan dan dapat melemahkan diri Maria sendiri. Tetapi Maria yang hatinya saat itu sedang marah, Ia membalas kritikan Tuti dengan mengatakan bahwa dalam masalah cinta Tuti sangat perhitungan dan tak pernah mau rugi sedikit pun serta Tuti selalu memikirkan kongres ketimbang memikirkan perasaanya. Dan disinilah Tuti sadar bahwa sampai kapanpun Ia tak bisa melawan kodratnya sebagai perempuan yang memiliki perasaan untuk mencinta.
“segera di sambungnya pula seolah-olah belum puas hatinya menjawab kakaknya yang mencela cintanya kepada kekeasihnya itu “cinta engkau barangkali cinta perdagangan, baik dan buruk di timbang sampai semiligram, tidak hendak rugi barang sedikit. Patutlah pertunanganmu dengan Hambali dahulu putus.” Muka Tuti memerah sampia ketelinganya mendengar kata kata Maria yang pedas itu. Dengan suara gemetar oleh amarah yang tiada terkata-kata, “Tutup mulutmu yang lancang itu, nanti saya remas.” ”
(Hlm 88)

• Klimaks : Suatu ketika Maria terkena penyakit malaria. Penyakit tersebut membuat Maria begitu lemah ditambah lagi penyakit TBC. Hingga pada akhirnya, Maria meninggal dunia. “Maria sudah dua hari tinggal di C.B.Z penyakit malarianya terang ditambah oleh penyakit batuk darah yang tiba-tiba memecah ke luar. Dalam dua hari sebaik-baiknya bagi Maria ialah pergi ke Pacet, ke rumah sakit TBC bagi perempuan, yang terletak di tengah-tengah pegunungan yang sejuk hawanya.”
(Hlm153)
• Anti Klimaks : Sebelum Maria meninggal dunia, Ia menitipkan pesan terakhirnya kepada Tuti dan Yusuf, yaitu jika kelak Ia meninggal nanti, Ia berharap bahwa Tuti dan Yusuf dapat menikah.
“Alangkah berbahagia saya rasanya di akhirat nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini ,inilah permintaan saya yang penghabisan dan saya, saya tidaklah rela selama-lamnya, kalau kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang lain.”
(Hlm196)
• Penyelesaian : Akhirnya Tuti dan Yusuf menuruti permintaan terakhir Maria. Mereka berdua menikah. Dengan begitu, Tuti tak perlu tersiksa lagi dengan perasaan kesepian yang selama ini ia coba untuk melawan.
“Lima hari lagi akan berlangsung perkawinann meraka di Jakarta. Sebelum perkawinan mereka berlangsung, pergi dahulumereka  ziarah  ke kuburan orang yang sama-sama di cintainya. “
(Hlm 199)

4.            Sudut Pandang
Sudut pandang adalah posisi pengarang atau narator dalam membawakan cerita tersebut. Posisi pengarang dalam menyampaikan cerita ada beberapa macam: .Narator serbatahu adalah narator bertindak sebagai pencipta segalanya yang serbatahu. ia tahu segalanya. Ia dapat menciptakan segala hal yang diinginkannya. Ia dapat mengeluarkan dan memasukkan para tokoh. Ia dapat mengemukakan perasaan, kesadaran, ataupun jalan pikiran para tokoh cerita. Pengarang dapat mengomentari kelakuan para tokoh-tokoh dalam cerita, bahkan juga dapat berbicara langsung dengan pembacanya.. Narator objektif adalah pengarang tak memberi komentar apa pun. Pembaca hanya disuguhi “hasil pandangan mata”. Pengarangnya menceritakan apa yang terjadi seperti penonton melihat pementasan drama. Pengarang sama sekali tak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku. Dalam kenyataannya, orang memang hanya dapat melihat apa yang yang dilakukan orang lain. Dengan melihat kelakukan orang lain tersebut, juga boleh menilai kehidupan kejiwaannya, kepribadiannya, jalan pikirannya, dan perasaannya. Motif tindakan pelakunya hanya bisa kita nilai dan perbuatan mereka. Dalam hal ini, jelaslah bahwa pembaca sangat diharapkan partisipasinya. Pembaca bebas menafsirkan apa yang diceritakan pengarang.Narator aktif adalah Narator juga aktor yang terlibat dalam cerita tersebut yang terkadang fungsinya sebagai tokoh sentral. Cara thi tampak dalam penggunaan kata ganti orang pertama (aku, kami). Dengan posisi yang demikian, narator hanya boleh melihat dan mendengar apa yang orang biasa lihat atau dengar. Selanjutnya narator mencatat tentang apa yang dikatakan atau dilakukan tokoh lain dalam suatu jarak penglihatan dan pendengaran.Narator tidak dapat membaca pikiran tokoh lain kecuali hanya menafsirkan dari tingkah laku fisiknya. Narator juga tidak dapat melompati jarak yang besar. Hal-hal yang bersifat psikologis dapat dikisahkan jika menyangkut dirinya sendiri. Narator sebagai peninjau adalah pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian yang ada pada cerita lakukan bersama tokoh ini. Tokoh ini bisa bercerita tentang pendapatnya atau perasaannya sendiri. Sementara itu, terhadap tokoh-tokoh lain, ia hanya boleh menyampaikan tentang, kita sesuai apa yang ia lihat. Jadi, teknik ini merupakan berupa penuturan pengalaman seseorang.
Dalam beberapa hal, teknik ini sebenarnya hampir sama dengan teknik orang pertama, tetapi teknik ini lebih bebas dan fleksibel dalam bercerita.
Dalam novel ini pengarang tidak berperan apa-apa. Pelaku utamanya adalah orang lain. Sehingga sudut pandang dalam novel ini adalah sudut pandang orang ketiga.
“Tuti yang tertua di antara dua saudara itu, telah dua puluh lima tahun usianya, sedang adiknya Maria baru dua puluh tahun.”
(Hlm 3)














Unsur Ekstrinsik “Layar terkembang”

Hubungan Pengarang dengan karyanya : Pada Angkatan Pujangga Baru, sudah tidak banyak lagi bertemakan adat atau pertentangan adat melainkan sudah mengangkat juga persoalan social seperti roman Layar Terkebang karya S.T. Alisyahnbana yang mengangkat masalah emansipasi wanita, dengan pemikiran yang menganut budaya barat S.T. Alisayahbana disini melalui Tokoh Tuti menyampaikan pendapat-pendapat dan pandangan tentang peranan wanita dan kaum muda dalam membangun bangsa, tokoh Tuti yang berpakaian kain panjang dan kebaya tetapi berfikir barat, disini S.T. Alisayahbana mencerminkan akan dirinya yang dimana ia menganut budaya barat akan tetapi tidak meninggalkan budayanya, dan menginginkan pembaharuan kearah kemajuan bangsa dan negaranya, terutama dalam dunia wanita.
Nilai Agama:
Disini S.T. Alisyahbana mencerminkan agama pada zaman itu yang seakan percaya dengan takhayul, disini Sutan ingin menyadarkan bahwa percaya pada suatu takhayul akan mematikan jiwa dan iman seseorang. Dan menjelaskan bahwa Agama bukan hanya sekedar warisan dari orang tua kita akan tetapi agama haruslah sejalan dengan hati kita yang sebenar-benarnya dalam hati dan harus sesuai dengan perbuatan kita agar agama yang kita anut tidak sia-sia.
Nilai Sosial;
S.T. Alisyahbana tercermin merupakan orang yang sangat perduli terhadap social budaya, yakni terlihat pada tokoh Saleh dan istrinya yang sengaja pindah ke pedasaan untuk semata-mata ingin memajukan derajat dan perekonomian desa tersebut agar tidak tertinggal dan dirugikan lagi oleh para tengkulak. Intinya kita sebagai orang terpelajar haruslah melihat sekeliling kita yang membutuhkan kita akar masyarakat Indonesia ini tidak tertinggal dari Negara lain yang terbantu dengan ilmu yang bisa kita berikan pada masyarakat.
Nilai Budaya:
Pada Tokoh Tuti tercermin sosok yang menganut Budaya Barat akan tetapi tidak meninggalkan budaya sendiri dilihat dari cara berpakaian Tuti yang memakai kain panjang dan kebaya akan tetapi pemikirannya menganut  budaya barat sehingga sangat kritis akan tetapi tidak meninggalkan dan melupakan budaya sendiri.




 Nilai sosial : Kasih sayang dan perhatian :
·   Seorang ayah pada anaknya:kutipan paragraf 1 halaman 12 :”Memaksa anaknya itu menurut kehendaknya itu tiada sampai hatinya,sebab sayangnya kepada Tuti dan Maria.......”
·   Seorang bibi dengan keponakannya : Kutipan alenia 2 halaman 85:”Tetapi matanya yang terkecil sedikit nampaknya pada mukanya yang lebar itu,terang menyinarkan perasaan kasih sayang.”

Nilai Moral : keikhlasan dan ketulusan :
·   Kutipan alenia 7 halaman 161 :”Alangkah bahagia saya rasanya diakhirat nanti,kalau saya tahu bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan
·   kutipan alenia 2 halaman 166:”beberapa lamanya Tuti dan Yusuf berdiri tiada bergerak-gerak,laksan terpaku pada tanah yang pemurah itu,yang senantiasa tulus dan ikhlas menerima.......

 Kemandirian dan ketegasan :
·   Kutipan alenia 4 halaman 35:”Perempuan bangsa tak boleh mempunyai kemauan sendiri.Perempuan yang sebaik-baiknya,yang semulia-mulianya ialah perempuan yang paling sedikit mempunyai kemauan sendiri.........maksud hidup perempuan  ialah untuk mengabdi untuk menjadi hamba sahaya”
·   Kutipan alenia 1 halaman 40:”Sesungguhnya hanya kalau perempuan dikembalikan derajatnya sebagai manusia,barulah keadaan bangsa kita dapat berobah”
·   Kutipan alenia 2 halaman 40:”kita harus membanting tulang sendiri untuk mendapat hak kita sebagai manusia.kita harus merintis jalan untuk lahirnya perempuan yang baru,yang bebas berdirimenghadapi dunia..”


Gaya Bahasa

Majas adalah gaya bahasa dalam bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran si pengarang.
1. Hiperbola adalah majas yang menyatakan sesuatu dengan berlebih-lebihan.
2. Litotes adalah majas yang menyatakan kebalikan daripada hiperbola, yaitu menyatakan sesuatu dengan memperkecil atau memperhalus keadaan. Majas litotes disebut juga hiperbola negatif.
3. Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang berlawanan atau bertentangan, dengan maksud menyindir. Ironi disebut juga majas sindiran.
4. Antonomasia adalah penyebutan terhadap seseorang berdasarkan ciri khusus yang dimilikinya.
5. Oksimoron
Oksimoron adalah pengungkapan yang mengandung pendirian/pendapat terhadap sesuatu yang mengandung hal-hal yang bertentangan.
6. Paradoks
Paradoks adalah pengungkapan terhadap suatu kenyataan yang seolah-olah bertentangan, tetapi mengandung kebenaran.
7. Kontradiksio
Kontradiksio adalah pengungkapan yang memperlihatkan pertentangan dengan yang sudah dikatakan lebih dulu sebagai pengecualian.

·         Majas Pertautan
1. Metonimia
Metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang atau hal, sesuai penggantinya.
2. Sinekdok
Sinekdok adalah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan atau sebaliknya.
3. Alusio
Alusio adalah majas yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau hal dengan menggunakan peribahasa yang sudah umum ataupun mempergunakan sampiran pantun yang isinya sudah dimaklumi. Majas ini disebut juga majas kilatan.
4. Eufemisme
Eufemisme adalah majas kiasan halus sebagai pengganti ungkapan yang terasa kasar dan tidak menyenangkan. Eufemisme digunakan untuk menghindarkan diri dari sesuatu yang dianggap tabu atau menggantikan kata lain dengan maksud bersopan santun.















D. Majas Perulangan
Gaya bahasa yang digunakan dalam roman ini yaitu :
 Majas personifikasi adalah majas yang melukiskan suatu benda dengan memberikan sifat-sifat manusia kepada benda, sehingga benda mati seolah-olah hidup.
Majas atau gaya bahasa yang digunakan dalam novel Layar Terkembang yaitu :
·         Majas prsonifikasi
“Gemuru bunyi ombak memecah dan pemendangan kepada air yang putih-putih yang tiada berhenti-henti berkejar-kejaran dari tengah seolah-olah memenuhkan melimpahkan perasaan dalam kalbunya.”
(Hlm 55)
·         Majas personifikasi
“Pada suatu tempat ia merencah air, menuju ke tengah melawan ombak yang bertalu-talu datang memukulnya, seakan-akan hendak mengusir dia pulang ke darat kembali.”
(Hlm 58)
·         Majas Personifikasi
“Alangkah selarasnya dengan warna pasir kelabu, dengan ombak yang berkejar-kejaran dari tengah dengan pohon-pohon yang melambai-lambai di darat”
(Hlm 58)
·         Majas Personafikasi
“Habis makan beberapa lama pula mereka berdua berguling-gulingan di bawah pohon, melepaska lelah dinyanyikan oleh angin rimba yang lemah lembut”
(Hlm 60)
·         Majas Personafikasi
“di belakangan berbui-bui daun bambu sayu merdu berbisik cerita yang tiada habis-habisnya.”
(Hlm 81)
·         Majas Personafikasi
“kelihatan puncak gunung gede biru kehitam-hitaman bersandar pada langit yang rata putih kelabu-kelabuan. Di lerengnya masih berkejar-kejaran kabut menutup pemandangan.
(Hlm 170)

·         Majas Personafikasi
“gemuru bunyi ombak memecah  dan  pemandangan kepada air  yang putih-puttih yang tiada berhenti berkejar-kejaran dari tengah, seolah-olah memenuhkan melimpahkan perasaan dalam kalbunya.
(Hlm 55)
·         Majas Personafikasi
“ia berdiri memandang  kepada ombak yang gelisah belia itu.”
(Hlm 55)
·         Majas Personafikasi
“di lembah –lembah dan di lereng gunung telah turun kekaburan senja, tetapi puncak-puncak yang menengadah ke langit merah membara turut bernyanyi laguan warna.
(Hlm 192)
·         Majas Personafikasi
“sedang matahari menurunkan sinarnya yang girang ke bumi, sedang pohon dan tanaman tertawa melambai ke langit sarat memikul daun.”
(Hlm 201)
SINOPSIS
         Tuti dan Maria adalah kakak beradik, anak dari Raden Wiriatmadja mantan Wedana daerah Banten. Sementara itu ibu mereka telah meninggal. Meskipun mereka adik-kakak, mereka memiliki watak yang sangat berbeda. Tuti si sulung adalah seorang gadis yang pendiam, tegap, kukuh pendiriannya, jarang sekali memuji, dan aktif dalam organisasi-organisasi wanita. Sementara Maria adalah gadis yang periang, lincah, dan mudah kagum.
            Diceritakan pada hari Minggu Tuti dan Maria pergi ke akuarium di pasar ikan. Di tempat itu mereka bertemu dengan seorang pemuda yang tinggi badannya dan berkulit bersih, berpakaian putih berdasi kupu-kupu, dan memakai kopiah beledu hitam. Mereka bertemu ketika hendak mengambil sepeda dan meninggalkan pasar, pada saat itu pula mereka berbincang-bincang dan berkenalan. Nama pemuda itu adalah Yusuf, dia adalah seorang mahasiswa sekolah tinggi kedokteran. Sementara Maria adalah murid H.B.S Corpentier Alting Stichting dan Tuti adalah seorang guru di sekolah H.I.S Arjuna di Petojo. Mereka berbincang samapai di depan rumah Tuti dan Maria.
            Yusuf adalah putra dari Demang Munaf di Matapura, Sumatra Selatan. Semenjak pertemuan itu Yusuf selalu terbayang-bayang kedua gadis yang ia temui di akuarium., terutama Maria. Yusuf telah jatuh cinta kepada Maria sejak pertama kali bertemu, bahkan dia berharap untuk bisa bertemu lagi dengannya. Tidak disangka oleh Yusuf, keesokan harinya dia bertemu lagi di depan hotel Des Indes. Semenjak pertemuan  keduanya itu, Yusuf mulai sering menjemput Maria untuk berangkat sekolah serta dia juga sudah mulai berani berkunjung ke rumah Maria. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak bukan lagi hubungan persahabatan biasa.
            Tuti sendiri terus disibukan oleh kegiatan-kegiatan nya dalam kongres Putri Sedar yang diadakan di Jakarta, dia sempat berpidato yang isinya membicarakan tentang emansipasi wanita. Tuti dikenal sebagai seorang pendekar yang pandai meimilih kata, dapat membuat setiap orang yang mendengarnya tertarik dan terhanyut.
            Sesudah ujian doctoral pertama dan kedua berturut-turut selesai, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura, Sumatra Selatan. Selama  berlibur Yusuf dan Maria saling mengirim surat, dalam surat tersebut Maria mengatakan kalau dia dan Tuti telah pindah ke Bandung. Kegiatan surat menyurat tersebut membuat Yusuf semakin merindukan Maria. Sehingga pada akhirnya Yusuf memutuskan untuk segera kembali ke Jakarta dan ke Bandung untuk mengunjungi Maria. Kedatangan Yusuf disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Setelah itu Yusuf mengajak Maria berjalan-jalan ke air terjun Dago, tetapi Tuti tidak dapat meninggalkan kesibukannya. Di tempat itu Yusuf menyatakan perasaan cintanya kepada Maria.
Setelah kejadian itu, kelakuan Maria berubah. Percakapannya selalu tentang Yusuf saja, ingatannya sering tidak menentu, dan sering melamun. Sehingga Rukamah sering mengganggunya. Sementara hari-hari Maria penuh kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih banya membaca buku. Sebenarnya pikiran Tuti terganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Melihat kemesraan Maria dan Yusuf, Tuti pun ingin mengalaminya. Tetapi Tuti juga memiliki ke khawatiran terhadap  hubungan Maria dan Yusuf. Kemudian Tuti menasehati Maria agar jangan sampai diperbudak oleh cinta. Nasihat tulus Tuti justru memicu pertengkaran diantara mereka dan memberikan pukulan keras terhadap Tuti.
            “Engkau rupanya tiada dapat diajak berbicara lagi,”kata Tuti amarah pula, mendengar jawaban adiknya yang tidak mengindahkan nasihatnya, “Sejak engkau cinta kepada Yusuf, rupanya otakmu sudah hilang sama sekali. Engkau tidak dapat menimbang buruk-baiknya lagi. Sudahlah! Apa gunanya memberi nasihat orang serupa ini?” “Biarlah saya katamu tidak berotak lagi. Saya cinta kepadanya, ia cinta kepada saya. Saya percaya kepadanya dan saya hendak menyerahkan seluruh nasib saya ditangannya, biarlah bagaimana dibuatnya. Demikian kata hati saya. Saya tidak meminta dan tida perlu nasihatmu. Cinta engkau barangkali cinta perdagangan, baik dan buruk ditimbang sampai semiligram, tidak hendak rugi barang sedikit. Patutlah pertunanganmu dengan Hambali dahulu putus!”
            “Tutup mulutmu yang lancing itu, nanti saya remas.”
            Dari kejadian itu, Tuti sama sekali tidak berbicara dengan Maria, juga dia merasa sendiri dan sepi dalam kehidupannya.
            Ketika Maria mendadak terkena penyakit malaria dan TBC, Tuti pun kembali memperhatikan Maria, Tuti menjaganya dengan sabar. Pada saat itu juga adik Supomo datang atas perintah Supomo untuk meminta jawaban pernyataan cintanya kepada Tuti. Sebenarnya Tuti sudah ingin memiliki seorang kekasih, tetapi Supomo dipandangnya bukan pria idaman yang diinginkan Tuti. Maka dengan segera Tuti menulis surat penolakan.
            Sementara itu, keadaan Maria semakin hari makin bertambah parah. Kemudian ayahnya, Tuti, dan Yusuf memutuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Dokter yang merawatnya menyarankanagar Maria dibawa ke rumah sakit khusus penderita penyakit TBC wanita di Pacet, Sindanglaya Jawa Barat. Perawatan Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak juga mengalami perubahan, yang terjadi adalah kondisi Maria semakin lemah.
            Pada suatu kesempatan, Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri yang melewati hari-harinya dengan bercocok tanam, ternyata juga mampu membimbing masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan. Tetapi juga di desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.
            Semakin hari hubungan Yusuf dan tuti semakin akrab, sementara itu kondisi kesehatan Maria justru semakin mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun sudah tidak dapat berbuat lebih banyak lagi. Pada saat kritis Maria mengatakan sesuatu sebelum ia menginggal.
            “Badan saya tidak kuat lagi, entah apa sebabnya. Tak lama lagi saya hidup di dunia ini. Lain-lain rasanya… alangkah berbahagia saya rasanya di akhirat nanti, kalau saya tahu, kalau kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya yang penghabisan dan saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang lain.” Demikianlah pesan terakhir almarhum Maria.
            Setelah beberapa lama kemudian, sesuai dengan pesan terakhir Maria, Yusuf dan Tuti menikah dan bahagia selama-lamanya.

12 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. udah bagus, cuma lebih bagus to the point aja, dan bukti tekstual berserta halaman kurang lengkap. terima kasih telah membantu saya dalam mengerjakan atugas

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih kembali, semoga bermanfaat..

      Hapus
  3. ijin kopas tapi ga semua nya, bolehkan

    BalasHapus
  4. Intinya ajah kak soalnya agak ribet😊

    BalasHapus
  5. Intinya ajah kak soalnya agak ribet😊

    BalasHapus