DI
SUSUN OLEH :
FITRI INDAH YUNITA
NIM : 140388201063
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONSIA
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MARITIM RAJA ALI HAJI
2014
Analisis Unsur Intrinsik Dalam Novel “Layar Terkembang”
Unsur
Intrinsik adalah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan
struktur suatu karya sastra seperti unsur-unsur yang ada dalam unsur-unsur intrinsik.
Intrinsik terdiri atas Unsur-Unsur seperti
Alur, Tema, Penokohan, Sudut Pandang, Latar, Amanat, Dalam pengertian
unsur-unsur intrinsik dan Penjelasan dari seluruh unsur-unsur intrinsik
tersebut, Unsur-unsur Intrinsik digunakan untuk menganalisis novel-novel
agar lebih mudahkan kita dalam menganalisis novel tersebut, Apa lagi novel
yang sangat tebal butuh waktu lama sehingga perlunya unsur-unsur intrinsik.
Layar
Terkembang
Dikarang Oleh : SUTAN TAKDIR ALISYAHBANA
Tempat
Kejadian :
Jakarta
Bentuk
:
Roman Bertendens (yang di didalamnya terselip maksud tertentu, atau yang
mengandung pandangan hidup yang dapat dipetik oleh si pembaca untuk
kebaikan. (Roman masyarakat- BP. 1936).
A.
Bentuk
1.
Tema
Tema
adalah inti atau ide pokok dalam cerita. Tema merupakan awal tolak
pengarang dalam menyampaikan cerita. Tema suatu novel menyangkut segala
persoalan dalam kehidupan manusia, baik masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih
sayang, dan sebagainya.
Tema yang terkandung di dalam novel
Layar Terkembang yaitu : Emansipasi
Wanita dan Percintaan
·
“ panjang lebar
Tuti menerangkan pengaruh seorang ibu dalam didikan anak yang di kemudian hari
akan menjadi orang besar. Bahwa perempuanlah yang pertama kali memimpin anak
dan menetapkan sifat-sifat yang mulia yang seumur hidup tidak berubah lagi
dalam jiwa anak “
(Hlm 47)
·
“sesungguhnyalah
hanya kalau perempuan dikembalikan derajatnya sebagai manusia, barulah keadaan
bangsa kita dapat berubah. Jadi , perubahan kedudukan perempuan dalam masyarakat itu bukanlah
semata-mata kepentingan perempuan.”
(Hlm 47)
·
“tetapi
lebih-lebih dari segalanya haruslah kaum perempuan insaf akan dirinya dan
berjuang untuk mendapatkan penghargaan
dan kedudukan yang lebih layak. Ia tiada boleh menyerahkan nasibnya kepada
golongan yang lain”
(Hlm 47)
·
“kita harus
membanting tulang sendiri untuk mendapatkan hak kita sebagai manusia. Kita
harus merintis jalan untuk lahirnya perempuan yang baru, yang bebas berdiri
menghadapi dunia, yang berani membentangkan matanya melihat kepada siapa
juapun.”
(Hlm 47)
·
“seraya
melekapkan tangan gadis itu dengan
tangan kirinya kepada dadanya, mesra seperti tiada hendak dilepaskannya lagi,
perlahan-lahan Yusuf mengangkat muka Maria melihat kepadanya dengan tangan
kanannya,”Maria lihat saya sebentar.” Pada mata Maria Nampak kepadanya
berlinang air mata dan mesra meminta menggemetarlah suaranya untuk yang pertama
kali seumur hidupnya, “Maria , Maria, tahukah engkau saya cinta kepadamu?” “
(Hlm 80)
·
“ ”Ah, engkau
hendak mengatur-atur orang pula. Saya cinta kepadanya. Biarlah saya mati dari
pada saya bercerai dari dia. Apa sekalipun hendak saya kerjakan baginya. Saya
tidak takut saya dijadikan sahaya. Saya tahu ia juga cinta kepada saya. Saya
percaya kepadanya dan saya tidak sekali-kali merasa hina menyatakan cinta saya
itu,” jawab Maria dengan tegas mematahkan segala perkataan kakaknya yang
menyakitkan hatinya yang masih luka itu”
(Hlm 87)
·
“ Maria
bertambah mendidih hatinya, “Biarlah saya katamu tidak berotak lagi. Saya cinta
kepadanya, ia cinta pada saya. Saya percaya kepadanya dan saya hendak
menyerahkan seluruh nasib saya di tanganya, biarlah bagaimana dibuatnya.
Demikian kata hati saya. Saya tidak perlu nasihatmu”
(Hlm 88)
·
“ “Demikian
engkau menganggap cinta saya kepadamu? Ah,Yusuf, engkau tiada tahu hati saya.
Engkau tiada percaya kalau saya katakan, sering sakit rasa jantung saya karena
mencintai engkau. Kalau engkau tiada datang saja suatu petang, rusaklah segala
pikiran saya. Tidak dapat saya melakukan suatu apa juapun. Tuti sering
mengatakan saya gila, cinta saya kepadamu berlebih-lebihhan, terlampau di
perhatikan.”
(Hlm 138-139)
2.
Amanat
Amanat
merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada
pembaca melalui Karya yang diciptakan itu. Tidak terlalu berbeda dengan bentuk
cerita yang Iainnya, amanat dalam novel akan disimpan rapi dan disembunyikan
pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita. Oleh karena itu, untuk
mendapatkannya, tidak cukup hanya membaca dua atau tiga paragraf, melainkan
membaca cerita tersebut sampai tuntas.
Amanat yang terkandung dalam novel
Layar Terkembang antara lain yaitu :
·
Kita harus
meningkatkan pendidikan, bukan hanya bagi kaum lelaki tetapi juga bagi kaum
perempuan.
“teapi lebih-lebih dari segalanya
haruslah kaum perempuan sendiri insaf
akan dirinya dann berjuang untuk mendapat penghargaan dan lebih layak”
(Hlm 47)
·
Kita harus
bergerak semangat untuk membangun bangsa kita dari keterpurukan.
“Sesungguhnyalah hanya kalau
perempuan di kembalikan derajatnya sebagai manusia, haruslah keadaan bangsa
kita dapat berubah. Jadi, perubahan kependudukan perempuan dalam masyarakat itu
bukanya semata-mata kepentingan perempuan”
(Hlm 47)
·
Kita harus
semangat dalam menjalani hidup
“tetapi segera datang mendorong
perasaan sama-sama menderita mesti dan berkatalah ia membujuk “Maria mesti kuat,
engkau girang selalu jangan di turutkan hati iba. Lawan rasa kesepian, engkau mesti
lekas baik lagi” “
(Hlm 194)
·
Kita harus
percaya dengan takdir bagaimanapun
rencana kita tetapi Allah yang berkehendak.
“ yang mahakuasa menetapkan sesuatu
yang tiada dapat dielakkan, Maria sakit, sehingga terpaksa dirawat di rumah
sakit di pacet”
(Hlm 200)
·
pandangan
seseorang mengenai bahagia berbeda-beda. Jadi, kita harus mengikuti kata
hati kita untuk mendapat kebahagian tersebut.
“ bahwa bahagia itu ialah pekerjaan
yang mudah, pendapat yang besar harapan yang baik di kemudian hari, pendeknya
hidup yang senang saleh menganggap bahagia itu lain artinya. Bahagia itu tidak
sama dengan hidup yang senang. Baginya yang di namakannya bahagia itu ialah
dapat menurutkan desakan hatinya, dapat mengembangkan tenaga, kecakapanya
sepenuh-penuhnya, dan menyerahkannya kepada yang terasa kepadanya yang terbesar
dan termulia dalam hidup ini”
(Hlm 31)
A.
Isi
1.
TOKOH DAN
PERWATAKAN
Penokohan
adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh
dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh, pengarang dapat juga
menyebutkannya langsung, misalnya si A itu penyabar, si B itu murah hati.
Penjelasan karakter tokoh dapat pula melalui gambaran fisik dan perilakunya,
lingkungan kehidupannya, cara bicaranya, jalan pikirannya, ataupun melalui
penggambaran oleh tokoh lain.
·
Maria (Pemeran
utama)
Mudah
kagum, mudah memuji dan memuja, mudah tersenyum, ucapannya sesuai dengan
perasaanya yang bergelora, sangat girang dan ceria dan pancaran perasaannya
tiada terhambat-hambat.
“Maria
seseorang yang mudah kagum, yang mudah memuji dan memuja. Sebelum selesai benar
ia berpikir, ucapanya telah keluar menyatakan perasaannya yang bergelora, baik
waktu kegirangan maupun waktu keedukaan. Air mata dan gelak berselisih di
mukanya sebagai siang dan malam. Sebentar ia iba semesra-mesranya dan sebentar
berderau gelanya yang segar oleh kegirangan hatinya yang remaja.”
(Hlm
5)
·
Tuti
(Pemeran utama)
Tidak mudah kagum, sangat menjunjung
tinggi hargadiri, pamdai cakap, jarang memuji, selalu memiliki pertimbangan
yang masak, tetap pada pendirian, berjuang untuk bangsanya dan orang yang
teliti
“Tuti bukan
seorang yang mudah kagum, yang mudah
heran melihat sesuatu. Keinsafannya akan harga dirinya amat besar. Ia tahu
bahwa ia pandai dan cakap sarta banyak yang akan dapat dikerjakannya dan
dicapainya. Jarang benar ia hendak lombar-melombar, turut menurut dengan orang
lain, apabila sesuatu tiada sesuai dengan kata hatinya. “
(Hlm 5)
·
Yusuf
(Pemeran Utama)
Sangat
mencintai Maria sepenuh hati, orang yang penuh cita-cita terhadap bangsa dan
tanah air, berpikir kritis, bertanggung jawab dan sopan.
“Maria,
engkau harus baik, lekas baik. Tiga bulan lagi akan selesai sekolah saya. Saya
sendiri yang akan menjaga kekasihku. Sejak dari sekarang saya akan mempelajari
penyakit tbc sedalam-dalamnya. Sebab kekasihku harus saya sembuhkan sendiri. “
(Hlm
171)
·
Raden Wiraatmaja (Pemeran Pendamping)
Belum
bisa mengkaji dan memahami jalan pikiran anak-anaknya terutama Tuiti.
“antara
dirinya dengan anakanya ada terentang suatu tabir yang halus dan tiada nyata
kelihatan kepadanya. Terutama sekali payah ia hendak mengkaji sikap dan
pendirian Tuti yang lain benar Nampak kepadanya dari Maria.”
(Hlm
14)
·
Ketiga anak laki-laki di sekitar aquarium (pemeran sampingan)
Girang
tak pernah diam
“Melihat kegirangan saudara-saudaranya yang tiada pernah diam barang
sekejap juga pun itu, anak yang bungsu
yang di tangan ibu tidak dapat di tahan-tahan lagi: ia hendak turun , hendak
berlari-lari.”
(Hlm 7)
·
Mang Parta (Patadiharja) (Pemeran Pendamping)
Selalu
menginginkan anaknya untuk hidup bahagia tetapi baginya bahagia adalah hidup senang
dengan kemewahan
“ “ah,
engkau Tuti. Saya tahu engkau sudah sebangsa pula dengan saleh. Tetapi engkau
jangan marah, kalau saya katakan, bahwa bahagia yang engkau sebut itu omong
kosong. Berbahagia ialah berbahagia, senang ialah senang, dan yang lain dari
itu bukan berbahagia dan bukansenang namanya.” “
(Hlm 31)
·
Saleh
(Pemeran Pendamping)
Hendak
mencari pekerjaan yang bebas, dan menurutkan desakan hatinya untuk hidup
bahagia, sesorang yang gembira, tajam pikirannya dan hidup hatinya
“Saleh menganggap bahagia itu tidak
sama dengan hidup yang senang. Baginya yang dinamakannya bahagia itu ialah
dapat menurutkan desakan hatinya, dapat mengembangkan tenaga, kecakapannya
sepenuh-penuhnya, dan menyerahkannya kepada yang terasa kepadanya yang terbesar
dan termulia dalam hidup ini “
(Hlm 31)
·
Juhro
(Pemeran Sampingan)
Selalu menyediakan makanan dan
minuman setiap ada tamu yang datang ke rumah Pak Raden Wiraatmaja
“dari rumah
turun Juhro membawa baki dengan tiga buah cangkir teh dan dua buah setoples
dengan kasstengle dan kattetong Tuti menyambut cangkir teh dan setoples itu dan
sekaliannya diletakkannya di atas meja. “
(Hlm 27)
·
Ratna
(Pemeran Pendamping)
Pekerja keras dan bersungguh-sungguh
dalam melakukan pekerjaanya serta selalu ada disamping suaminya saat ia sedih
ataupun susah
“Ratna
dilakukanya sungguh-sungguh, dengan bersungguh-sungguh ia berdiri di samping
suaminya mengerjakan pekerjaan yang telah mereka pikul bersama-sama, dengan
bersungguh-sungguh pula ia sebagai suaminya berdaya upaya merapatkan dirinya
dan berjasa bagi tempat kediamannya.
(Hlm
190-191)
·
Dahlan
(Pemeran Sampingan)
Sering
menemani Yusuf berjalan-jalan saat Yusuf berada di rumah kedua orang tuanya.
“Ketika
tiba-tiba arus pikirannya tertahan mendengar bundanya mengetuk pintu kamarnya
mengatakan, bahwa Dahlan menantinya diluar akan mengajaknya berjalan-jalan. “
(Hlm
63)
·
Ibu Yusuf
(pemeran Sampingan)
Sangat
menyayangi Yusuf
“bundanya
yang belum puas bercampur dengan anaknya yang tunggal itu, membantah dan
mencoba menahan yusuf. Melihat bundanya bersungguh-sungguh benar menahanya,
lemahlah hati Yusuf sehingga diturutkannya kehendak bundanyamenunda
keberangkatannya beberapa hari. “
(Hlm 63)
·
Ayah Yusuf
(Pemeran Sampingan)
Tenang, selalu mengikuti kehendak
Yusuf, tak banyak bicara dan percaya kepada Yusuf.
“Ayahnya
yang tenang dan biasa menurutkan segala kehendak Yusuf tak banyak berbicara,
sebab ia tahu bahwa ia boleh percaya kepada anaknya itu. Yusuf buka kanak-kanak
lagi dan ia tahu apa yang harus dikerjakanya.”
(Hlm 63)
·
Rukamah
(pemeran pendamping)
Selalu menemani Maria saat di
Bandung, suka mengganggu Maria dan menyesali akibat buruk yang disebabkan oleh
perbuatannya yang suka mengganggu
“Melihat
akibat kejenakaannya yang tiada sekali-kali akan sehebat itu, hilang lah nafsu
Rukamah tertawa. Sedih dan iba hatinya melihat saudara sepupunya itu dan menyesallah
ia akan perbuatannya.”
(Hlm 84-85)
·
Iskandar dan
Ningsing (pemeran Sampingan)
Girang
dan ceria
“Maria
berbalik menuju kedepan hendak bersua dengan mereka, lupa akan maksudnya
yangmula-mula. Belum lagi sampai di tangga, telah kedengaran teriakan mereka
yang girang, “He, aceuk Maria,” dan bergesa-gesa mereka datang menuju kepadanya
seraya mengulurkan tangan.”
·
Rukmini
(pemeran sampingan)
Tidak
ingin jauh dari bundanya
“tiba dekat
ibunya, Rukmini yang tersedu-sedu, mengulurkan tangannya minta di ambil”
(Hlm 104)
·
Perawat
Maria (Pemeran Sampingan)
Selalu menghibur Maria, selalu
menemani Maria saat kesepian dengan bermain dan selalu menyemangatinya
“Maria,
mengapa engkau menangis? Mengapa…? Ah jangan kau turutkan hatimu. Engkau mesti
girang, selalu girang, supaya lekas sembuh. Ayo duduk, mari kita bermain dam
berdua …” amat girang bunyi perkataan juru rawat itu, membangkitkan
kegembiraan.”
(Hlm 162)
2.
Latar
Latar
(setting) merupakan tempat, waktu, dan suasana teijadinya perbuatan tokoh atau
peristiwa yang dialami tokoh. Dalam cerpen, novel, ataupun bentuk prosa
lainnya, terkadang biasanya tidak disebutkan secara jelas latar perbuatan tokoh
itu. Misalnya, di tepi hutan, di sebuah desa, pada suatu waktu, pada zaman
dahulu, di kala senja.
a)
Latar Tempat
·
Gedung
Akuarium, yang merupakan tempat pertemuan Tuti dan Maria serta Yusuf untuk yang
pertama kalinya
“pintu yang berat itu berderit terbuka dan dua orang
gadis masuk ke dalam gedung akuarium”
(Hlm 3)
·
Air terjun
Dago, tempat dimana Maria dan Yusuf saling mengatakan cinta serta berjanji akan
menjadi pasangan suami istri di hari nanti.
“tiap-tiap
hari air terjun dago itu ramai dikunjungi orang dari bandun, kebanyakan
anak-anak muda murid sekolah rendah dan menengah yang hendak melihat tamasya
air terjun yang permai itu.”
(Hlm
74)
·
Pacet,
daerah tempat Maria dirawat serta di daerah ini Tuti dan Yusuf menginap di
rumah Saleh dan Ratna yang merupakan teman semasa di bangku sekolah. Di daerah
ini terjalin keakraban diantara keduanya.
“sunyi sepi hari berganti hari. Sudah sebulan lebih
Maria di rumah sakit di pacet.”
(Hlm 157)
b)
Latar Waktu
·
Pagi-pagi
“keesokan harinya pagi-pagi sebelum setengah tujuh ia telah siap makan dan berpakaian akan pergi
kesekolah”
(Hlm 16)
·
Petang
“tiap-tiap
petang apabila sudah menyelesaikan rumah dan sudah pula mandi dan berdandan
biasanya benar ia duduk di tempat itu menanti hari senja.”
(Hlm 25)
·
Malam
“pada malam
Minggu, Tuti duduk di ruang dalam menghadapi meja membaca buku di bawah lampu”
(Hlm 126)
c)
Latar
Suasana
·
ketertarikan Yusuf terhadap Maria
“Sejak
kembali dari mengantarkan Tuti dan
Maria, pikirannya senantiasa berbalik-balik saja kepada mereka berdua,
yang terutama sekali menarik hatinya ialah Maria. Mukanya lebih berseri-seri,
matanya menyinarkan kegirangan hidup dan bibirnya senantiasa tersenyum
menyingkapkan giginya yang putih.”
(Hlm 16)
·
kebimbangan dan goncangan jiwa yang dialami Tuti
“pikiranya sering melayang-layang, tidak tentu
arahnya. Sering ia merasa gelisah, tetapi apa sebabnya tidak dapat
diselidikinya. Kadang-kadang memberat rasa hatinya dan selaku menghilanglah
tempat ia berpegang dan berjejak. Lemah terasa olehnya dirinya dan hilanglah
kepercayaannya akan kesanggupan dan kecakapanya.”
(Hlm 90)
·
kegembiraan saat Maria dan Yusuf mengikrarkan janji di
air terjun dago
“seraya melekapkan tangan gadis itu dengan tangan kirinya kepada
dadanya, mesra seperti tiada hendak dilepaskannya lagi, perlahan-lahan Yusuf
mengangkat muka Maria melihat kepadanya dengan tangan kanannya,”Maria lihat
saya sebentar.” Pada mata Maria Nampak kepadanya berlinang air mata dan mesra
meminta menggemetarlah suaranya untuk yang pertama kali seumur hidupnya, “Maria
, Maria, tahukah engkau saya cinta kepadamu?” “(Hlm 80)
3. Alur
Alur
merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab-akibat. Intisari
alur ada pada permasalahan cerita. akan tetapi, suatu permasalahan dalam novel
tak bisa dipaparkan begitu saja; jadi harus ada dasarnya. Oleh karena itu, alur
terdiri atas :
(1)
perkenalan
(2)
munculnya konflik
(3)
konflik meninggi
(4)
klimaks
(5)
menyelesaikan konflik atau masalah
Di tahap saling mengenal, pengarang
mulai menggambarkan situasi dan memperkenalkan tokoh-tokoh cerita sebagai
pendahuluan. Di bagian kedua, pengarang mulai menampilkan pertikaian yang
terjadi di antara tokoh. Pertikaian ini semakin meninggi, dan puncaknya dari
masalah tersebut terjadi di bagian keempat (klimaks). Setelah fase tersebut
terlampaui, sampailah di bagian kelima (pemecahan masalah). Alur pun menurun
menuju ke mencari solusi dalam masalah dan penyelesaian cerita. Itulah
unsur-unsur alur yang berpusat pada konflik. Dengan adanya alur seperti di
atas, pembaca dibawa ke dalam suatu keadaan yang menegangkan (suspense).
Suspense inilah yang menarik pembaca untuk terus mengikuti cerita tersebut .
Dari tahap-tahap alur di atas jelaslah bahwa kekuatan sebuah novel terletak
pada kemampuan pengarang membawa pembacanya menemui masalah, memuncaknya
masalah, dan berakhirnya masalah. Timbulnya konflik sering berhubungan erat
dengan unsur watak dan latar. Konflik dalam cerita mungkin terjadi karena watak
seorang tokoh yang menimbulkan persoalan bagi tokoh lain atau lingkungannya.
Alur yang di gunakan dalam novel ini
adalah Alur
Maju
• Perkenalan : Saat di gedung akurium Yusuf bertemu dengan
Maria dan Tuti. Pertemuan itu memberi kesan istimewa pada Yusuf. Hingga
akhirnya, Yusuf selalu merasa ingin bertemu dengan Maria. Dari
pertemuan-pertemuan selanjutnya dengan Maria danTuti, Yusuf mulai jatuh cinta
kepada Maria. Ternyata perasaan Yusuf dibalas pula oleh Maria. Mereka berdua
hingga akhirnya merajut suatu ikatan khusus yang semakin lama semakin mendalam.
Pada akhirnya, Yusuf dan Maria bertunangan.
“Sejak kembali dari mengantarkan Tuti dan Maria, pikirannya
senantiasa berbalik-balik saja kepada mereka berdua. Perkenalan yang sebentar
itu meninggalkan jejak yang dalam dikalbunya. Tetapi tidak, terutama sekali
menarik hatinya ialah Maria. Mukanya lebih berseri-seri, matanya menyinarkan
kegirangan hidup dan bibirnya senantiasa tersenyum menyinarkan giginya yang
putih.”
(Hlm 16)
• Konflik : Maria dan Tuti bertengkar hebat. Pertengkaran
itu disebabkan oleh kritikan pedas Tuti terhadap Maria. Tuti mengkritik bahwa
cinta Maria kepada Yusuf sangat berlebihan dan dapat melemahkan diri Maria
sendiri. Tetapi Maria yang hatinya saat itu sedang marah, Ia membalas kritikan
Tuti dengan mengatakan bahwa dalam masalah cinta Tuti sangat perhitungan dan
tak pernah mau rugi sedikit pun serta Tuti selalu memikirkan kongres ketimbang
memikirkan perasaanya. Dan disinilah Tuti sadar bahwa sampai kapanpun Ia tak
bisa melawan kodratnya sebagai perempuan yang memiliki perasaan untuk mencinta.
“segera di sambungnya pula seolah-olah belum puas hatinya
menjawab kakaknya yang mencela cintanya kepada kekeasihnya itu “cinta engkau barangkali
cinta perdagangan, baik dan buruk di timbang sampai semiligram, tidak hendak
rugi barang sedikit. Patutlah pertunanganmu dengan Hambali dahulu putus.” Muka
Tuti memerah sampia ketelinganya mendengar kata kata Maria yang pedas itu.
Dengan suara gemetar oleh amarah yang tiada terkata-kata, “Tutup mulutmu yang lancang
itu, nanti saya remas.” ”
(Hlm 88)
• Klimaks : Suatu ketika Maria terkena penyakit malaria. Penyakit tersebut membuat Maria begitu lemah ditambah lagi penyakit TBC. Hingga pada akhirnya, Maria meninggal dunia. “Maria sudah dua hari tinggal di C.B.Z penyakit malarianya terang ditambah oleh penyakit batuk darah yang tiba-tiba memecah ke luar. Dalam dua hari sebaik-baiknya bagi Maria ialah pergi ke Pacet, ke rumah sakit TBC bagi perempuan, yang terletak di tengah-tengah pegunungan yang sejuk hawanya.”
(Hlm153)
• Anti Klimaks : Sebelum Maria meninggal dunia, Ia menitipkan pesan terakhirnya kepada Tuti dan Yusuf, yaitu jika kelak Ia meninggal nanti, Ia berharap bahwa Tuti dan Yusuf dapat menikah.
• Anti Klimaks : Sebelum Maria meninggal dunia, Ia menitipkan pesan terakhirnya kepada Tuti dan Yusuf, yaitu jika kelak Ia meninggal nanti, Ia berharap bahwa Tuti dan Yusuf dapat menikah.
“Alangkah berbahagia saya rasanya di akhirat nanti, kalau
saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti
kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini ,inilah permintaan saya yang
penghabisan dan saya, saya tidaklah rela selama-lamnya, kalau kakandaku
masing-masing mencari peruntungan pada orang lain.”
(Hlm196)
• Penyelesaian : Akhirnya Tuti dan Yusuf menuruti permintaan terakhir Maria. Mereka berdua menikah. Dengan begitu, Tuti tak perlu tersiksa lagi dengan perasaan kesepian yang selama ini ia coba untuk melawan.
• Penyelesaian : Akhirnya Tuti dan Yusuf menuruti permintaan terakhir Maria. Mereka berdua menikah. Dengan begitu, Tuti tak perlu tersiksa lagi dengan perasaan kesepian yang selama ini ia coba untuk melawan.
“Lima
hari lagi akan berlangsung perkawinann meraka di Jakarta. Sebelum perkawinan
mereka berlangsung, pergi dahulumereka
ziarah ke kuburan orang yang
sama-sama di cintainya. “
(Hlm
199)
4.
Sudut
Pandang
Sudut
pandang adalah posisi pengarang atau narator dalam membawakan cerita tersebut.
Posisi pengarang dalam menyampaikan cerita ada beberapa macam: .Narator serbatahu adalah narator
bertindak sebagai pencipta segalanya yang serbatahu. ia tahu segalanya. Ia
dapat menciptakan segala hal yang diinginkannya. Ia dapat mengeluarkan dan
memasukkan para tokoh. Ia dapat mengemukakan perasaan, kesadaran, ataupun jalan
pikiran para tokoh cerita. Pengarang dapat mengomentari kelakuan para
tokoh-tokoh dalam cerita, bahkan juga dapat berbicara langsung dengan
pembacanya.. Narator objektif adalah pengarang
tak memberi komentar apa pun. Pembaca hanya disuguhi “hasil pandangan mata”.
Pengarangnya menceritakan apa yang terjadi seperti penonton melihat pementasan
drama. Pengarang sama sekali tak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku. Dalam
kenyataannya, orang memang hanya dapat melihat apa yang yang dilakukan orang
lain. Dengan melihat kelakukan orang lain tersebut, juga boleh menilai
kehidupan kejiwaannya, kepribadiannya, jalan pikirannya, dan perasaannya. Motif
tindakan pelakunya hanya bisa kita nilai dan perbuatan mereka. Dalam hal ini,
jelaslah bahwa pembaca sangat diharapkan partisipasinya. Pembaca bebas
menafsirkan apa yang diceritakan pengarang.Narator aktif adalah Narator juga aktor yang terlibat dalam
cerita tersebut yang terkadang fungsinya sebagai tokoh sentral. Cara thi tampak
dalam penggunaan kata ganti orang pertama (aku, kami). Dengan posisi yang
demikian, narator hanya boleh melihat dan mendengar apa yang orang biasa lihat
atau dengar. Selanjutnya narator mencatat tentang apa yang dikatakan atau
dilakukan tokoh lain dalam suatu jarak penglihatan dan pendengaran.Narator
tidak dapat membaca pikiran tokoh lain kecuali hanya menafsirkan dari tingkah
laku fisiknya. Narator juga tidak dapat melompati jarak yang besar. Hal-hal
yang bersifat psikologis dapat dikisahkan jika menyangkut dirinya
sendiri. Narator sebagai peninjau adalah pengarang memilih salah satu
tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian yang ada pada cerita lakukan bersama
tokoh ini. Tokoh ini bisa bercerita tentang pendapatnya atau perasaannya
sendiri. Sementara itu, terhadap tokoh-tokoh lain, ia hanya boleh menyampaikan
tentang, kita sesuai apa yang ia lihat. Jadi, teknik ini merupakan berupa
penuturan pengalaman seseorang.
Dalam beberapa hal, teknik ini
sebenarnya hampir sama dengan teknik orang pertama, tetapi teknik ini lebih
bebas dan fleksibel dalam bercerita.
Dalam novel ini pengarang tidak berperan apa-apa.
Pelaku utamanya adalah orang lain. Sehingga sudut pandang dalam novel ini
adalah sudut pandang orang ketiga.
“Tuti yang tertua di antara dua saudara itu, telah dua
puluh lima tahun usianya, sedang adiknya Maria baru dua puluh tahun.”
(Hlm 3)
Unsur Ekstrinsik “Layar terkembang”
Hubungan Pengarang dengan karyanya :
Pada Angkatan Pujangga Baru, sudah tidak banyak lagi bertemakan adat atau
pertentangan adat melainkan sudah mengangkat juga persoalan social seperti
roman Layar Terkebang karya S.T. Alisyahnbana yang mengangkat masalah emansipasi
wanita, dengan pemikiran yang menganut budaya barat S.T. Alisayahbana disini
melalui Tokoh Tuti menyampaikan pendapat-pendapat dan pandangan tentang peranan
wanita dan kaum muda dalam membangun bangsa, tokoh Tuti yang berpakaian kain
panjang dan kebaya tetapi berfikir barat, disini S.T. Alisayahbana mencerminkan
akan dirinya yang dimana ia menganut budaya barat akan tetapi tidak
meninggalkan budayanya, dan menginginkan pembaharuan kearah kemajuan bangsa dan
negaranya, terutama dalam dunia wanita.
Nilai Agama:
Disini S.T. Alisyahbana mencerminkan
agama pada zaman itu yang seakan percaya dengan takhayul, disini Sutan ingin
menyadarkan bahwa percaya pada suatu takhayul akan mematikan jiwa dan iman
seseorang. Dan menjelaskan bahwa Agama bukan hanya sekedar warisan dari orang
tua kita akan tetapi agama haruslah sejalan dengan hati kita yang
sebenar-benarnya dalam hati dan harus sesuai dengan perbuatan kita agar agama
yang kita anut tidak sia-sia.
Nilai Sosial;
S.T. Alisyahbana tercermin merupakan
orang yang sangat perduli terhadap social budaya, yakni terlihat pada tokoh
Saleh dan istrinya yang sengaja pindah ke pedasaan untuk semata-mata ingin
memajukan derajat dan perekonomian desa tersebut agar tidak tertinggal dan
dirugikan lagi oleh para tengkulak. Intinya kita sebagai orang terpelajar
haruslah melihat sekeliling kita yang membutuhkan kita akar masyarakat
Indonesia ini tidak tertinggal dari Negara lain yang terbantu dengan ilmu yang
bisa kita berikan pada masyarakat.
Nilai Budaya:
Pada Tokoh Tuti tercermin sosok yang
menganut Budaya Barat akan tetapi tidak meninggalkan budaya sendiri dilihat
dari cara berpakaian Tuti yang memakai kain panjang dan kebaya akan tetapi
pemikirannya menganut budaya barat sehingga sangat kritis akan tetapi
tidak meninggalkan dan melupakan budaya sendiri.
Nilai sosial : Kasih sayang dan perhatian :
· Seorang ayah
pada anaknya:kutipan paragraf 1 halaman 12 :”Memaksa anaknya itu menurut
kehendaknya itu tiada sampai hatinya,sebab sayangnya kepada Tuti dan
Maria.......”
·
Seorang bibi dengan keponakannya : Kutipan alenia 2
halaman 85:”Tetapi matanya yang terkecil sedikit nampaknya pada mukanya yang
lebar itu,terang menyinarkan perasaan kasih sayang.”
Nilai Moral : keikhlasan
dan ketulusan :
· Kutipan alenia
7 halaman 161 :”Alangkah bahagia saya rasanya diakhirat nanti,kalau saya tahu
bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan
· kutipan alenia
2 halaman 166:”beberapa lamanya Tuti dan Yusuf berdiri tiada
bergerak-gerak,laksan terpaku pada tanah yang pemurah itu,yang senantiasa tulus
dan ikhlas menerima.......
Kemandirian dan ketegasan :
· Kutipan alenia
4 halaman 35:”Perempuan bangsa tak boleh mempunyai kemauan sendiri.Perempuan
yang sebaik-baiknya,yang semulia-mulianya ialah perempuan yang paling sedikit
mempunyai kemauan sendiri.........maksud hidup perempuan ialah untuk
mengabdi untuk menjadi hamba sahaya”
· Kutipan alenia
1 halaman 40:”Sesungguhnya hanya kalau perempuan dikembalikan derajatnya
sebagai manusia,barulah keadaan bangsa kita dapat berobah”
· Kutipan alenia
2 halaman 40:”kita harus membanting tulang sendiri untuk mendapat hak kita
sebagai manusia.kita harus merintis jalan untuk lahirnya perempuan yang
baru,yang bebas berdirimenghadapi dunia..”
Gaya Bahasa
Majas adalah
gaya bahasa dalam bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam suatu karangan
yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran si pengarang.
2. Litotes
adalah majas yang menyatakan kebalikan daripada hiperbola, yaitu
menyatakan sesuatu dengan memperkecil atau memperhalus keadaan. Majas litotes disebut juga hiperbola negatif.
3. Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang berlawanan atau
bertentangan, dengan maksud menyindir. Ironi disebut juga majas sindiran.
4. Antonomasia
adalah penyebutan terhadap seseorang berdasarkan ciri khusus yang dimilikinya.
5. Oksimoron
Oksimoron adalah pengungkapan yang mengandung
pendirian/pendapat terhadap sesuatu yang mengandung hal-hal yang bertentangan.
6. Paradoks
Paradoks adalah pengungkapan
terhadap suatu kenyataan yang seolah-olah bertentangan, tetapi mengandung
kebenaran.
7. Kontradiksio
Kontradiksio adalah pengungkapan
yang memperlihatkan pertentangan dengan yang sudah dikatakan lebih dulu sebagai
pengecualian.
·
Majas Pertautan
1. Metonimia
Metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan
dengan orang, barang atau hal, sesuai penggantinya.
2. Sinekdok
Sinekdok adalah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama
keseluruhan atau sebaliknya.
3. Alusio
Alusio adalah majas yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa
atau hal dengan menggunakan peribahasa yang sudah umum ataupun mempergunakan
sampiran pantun yang isinya sudah dimaklumi. Majas ini disebut juga majas
kilatan.
4. Eufemisme
Eufemisme adalah majas kiasan halus sebagai pengganti ungkapan yang terasa
kasar dan tidak menyenangkan. Eufemisme digunakan untuk menghindarkan diri dari
sesuatu yang dianggap tabu atau menggantikan kata lain dengan maksud bersopan
santun.
D. Majas Perulangan
Gaya
bahasa yang digunakan dalam roman ini yaitu :
Majas personifikasi adalah majas yang melukiskan suatu benda
dengan memberikan sifat-sifat manusia kepada benda, sehingga benda mati
seolah-olah hidup.
Majas
atau gaya bahasa yang digunakan dalam novel Layar Terkembang yaitu :
·
Majas
prsonifikasi
“Gemuru
bunyi ombak memecah dan pemendangan kepada air yang putih-putih yang tiada
berhenti-henti berkejar-kejaran dari tengah seolah-olah memenuhkan
melimpahkan perasaan dalam kalbunya.”
(Hlm 55)
·
Majas
personifikasi
“Pada suatu tempat ia merencah air,
menuju ke tengah melawan ombak yang bertalu-talu datang memukulnya,
seakan-akan hendak mengusir dia pulang ke darat kembali.”
(Hlm 58)
·
Majas
Personifikasi
“Alangkah selarasnya dengan warna pasir kelabu, dengan
ombak yang berkejar-kejaran dari tengah dengan pohon-pohon yang melambai-lambai
di darat”
(Hlm 58)
·
Majas
Personafikasi
“Habis makan beberapa lama pula mereka berdua
berguling-gulingan di bawah pohon, melepaska lelah dinyanyikan oleh angin
rimba yang lemah lembut”
(Hlm 60)
·
Majas
Personafikasi
“di belakangan berbui-bui daun bambu sayu merdu
berbisik cerita yang tiada habis-habisnya.”
(Hlm 81)
·
Majas
Personafikasi
“kelihatan puncak gunung gede biru kehitam-hitaman
bersandar pada langit yang rata putih kelabu-kelabuan. Di lerengnya masih berkejar-kejaran
kabut menutup pemandangan.
(Hlm 170)
·
Majas
Personafikasi
“gemuru bunyi ombak memecah dan
pemandangan kepada air yang
putih-puttih yang tiada berhenti berkejar-kejaran dari tengah, seolah-olah
memenuhkan melimpahkan perasaan dalam kalbunya.
(Hlm 55)
·
Majas
Personafikasi
“ia berdiri memandang
kepada ombak yang gelisah belia itu.”
(Hlm 55)
·
Majas
Personafikasi
“di lembah –lembah dan di lereng gunung telah turun
kekaburan senja, tetapi puncak-puncak yang menengadah ke langit merah
membara turut bernyanyi laguan warna.
(Hlm 192)
·
Majas
Personafikasi
“sedang matahari menurunkan sinarnya yang girang ke
bumi, sedang pohon dan tanaman tertawa melambai ke langit sarat memikul
daun.”
(Hlm 201)
SINOPSIS
Tuti dan Maria adalah kakak beradik, anak dari Raden Wiriatmadja mantan Wedana
daerah Banten. Sementara itu ibu mereka telah meninggal. Meskipun mereka
adik-kakak, mereka memiliki watak yang sangat berbeda. Tuti si sulung adalah
seorang gadis yang pendiam, tegap, kukuh pendiriannya, jarang sekali memuji,
dan aktif dalam organisasi-organisasi wanita. Sementara Maria adalah gadis yang
periang, lincah, dan mudah kagum.
Diceritakan pada hari Minggu Tuti
dan Maria pergi ke akuarium di pasar ikan. Di tempat itu mereka bertemu dengan
seorang pemuda yang tinggi badannya dan berkulit bersih, berpakaian putih
berdasi kupu-kupu, dan memakai kopiah beledu hitam. Mereka bertemu ketika
hendak mengambil sepeda dan meninggalkan pasar, pada saat itu pula mereka
berbincang-bincang dan berkenalan. Nama pemuda itu adalah Yusuf, dia adalah
seorang mahasiswa sekolah tinggi kedokteran. Sementara Maria adalah murid H.B.S Corpentier Alting Stichting dan
Tuti adalah seorang guru di sekolah H.I.S
Arjuna di Petojo. Mereka berbincang samapai di depan rumah Tuti dan Maria.
Yusuf adalah putra dari Demang Munaf
di Matapura, Sumatra Selatan. Semenjak pertemuan itu Yusuf selalu
terbayang-bayang kedua gadis yang ia temui di akuarium., terutama Maria. Yusuf
telah jatuh cinta kepada Maria sejak pertama kali bertemu, bahkan dia berharap
untuk bisa bertemu lagi dengannya. Tidak disangka oleh Yusuf, keesokan harinya
dia bertemu lagi di depan hotel Des Indes.
Semenjak pertemuan keduanya itu, Yusuf
mulai sering menjemput Maria untuk berangkat sekolah serta dia juga sudah mulai
berani berkunjung ke rumah Maria. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat
hubungan kedua remaja itu tampak bukan lagi hubungan persahabatan biasa.
Tuti sendiri terus disibukan oleh
kegiatan-kegiatan nya dalam kongres Putri Sedar yang diadakan di Jakarta, dia
sempat berpidato yang isinya membicarakan tentang emansipasi wanita. Tuti
dikenal sebagai seorang pendekar yang pandai meimilih kata, dapat membuat
setiap orang yang mendengarnya tertarik dan terhanyut.
Sesudah ujian doctoral pertama dan kedua berturut-turut selesai, Yusuf pulang ke
rumah orang tuanya di Martapura, Sumatra Selatan. Selama berlibur Yusuf dan Maria saling mengirim
surat, dalam surat tersebut Maria mengatakan kalau dia dan Tuti telah pindah ke
Bandung. Kegiatan surat menyurat tersebut membuat Yusuf semakin merindukan
Maria. Sehingga pada akhirnya Yusuf memutuskan untuk segera kembali ke Jakarta
dan ke Bandung untuk mengunjungi Maria. Kedatangan Yusuf disambut hangat oleh
Maria dan Tuti. Setelah itu Yusuf mengajak Maria berjalan-jalan ke air terjun
Dago, tetapi Tuti tidak dapat meninggalkan kesibukannya. Di tempat itu Yusuf
menyatakan perasaan cintanya kepada Maria.
Setelah
kejadian itu, kelakuan Maria berubah. Percakapannya selalu tentang Yusuf saja,
ingatannya sering tidak menentu, dan sering melamun. Sehingga Rukamah sering
mengganggunya. Sementara hari-hari Maria penuh kehangatan bersama Yusuf, Tuti
sendiri lebih banya membaca buku. Sebenarnya pikiran Tuti terganggu oleh
keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Melihat kemesraan Maria dan
Yusuf, Tuti pun ingin mengalaminya. Tetapi Tuti juga memiliki ke khawatiran
terhadap hubungan Maria dan Yusuf.
Kemudian Tuti menasehati Maria agar jangan sampai diperbudak oleh cinta.
Nasihat tulus Tuti justru memicu pertengkaran diantara mereka dan memberikan
pukulan keras terhadap Tuti.
“Engkau
rupanya tiada dapat diajak berbicara lagi,”kata Tuti amarah pula, mendengar
jawaban adiknya yang tidak mengindahkan nasihatnya, “Sejak engkau cinta kepada
Yusuf, rupanya otakmu sudah hilang sama sekali. Engkau tidak dapat menimbang
buruk-baiknya lagi. Sudahlah! Apa gunanya memberi nasihat orang serupa ini?”
“Biarlah saya katamu tidak berotak lagi.
Saya cinta kepadanya, ia cinta kepada saya. Saya percaya kepadanya dan saya
hendak menyerahkan seluruh nasib saya ditangannya, biarlah bagaimana dibuatnya.
Demikian kata hati saya. Saya tidak meminta dan tida perlu nasihatmu. Cinta
engkau barangkali cinta perdagangan, baik dan buruk ditimbang sampai
semiligram, tidak hendak rugi barang sedikit. Patutlah pertunanganmu dengan
Hambali dahulu putus!”
“Tutup
mulutmu yang lancing itu, nanti saya remas.”
Dari kejadian itu, Tuti sama sekali
tidak berbicara dengan Maria, juga dia merasa sendiri dan sepi dalam
kehidupannya.
Ketika Maria mendadak terkena
penyakit malaria dan TBC, Tuti pun kembali memperhatikan Maria, Tuti menjaganya
dengan sabar. Pada saat itu juga adik Supomo datang atas perintah Supomo untuk
meminta jawaban pernyataan cintanya kepada Tuti. Sebenarnya Tuti sudah ingin
memiliki seorang kekasih, tetapi Supomo dipandangnya bukan pria idaman yang
diinginkan Tuti. Maka dengan segera Tuti menulis surat penolakan.
Sementara itu, keadaan Maria semakin
hari makin bertambah parah. Kemudian ayahnya, Tuti, dan Yusuf memutuskan untuk
merawatnya di rumah sakit. Dokter yang merawatnya menyarankanagar Maria dibawa
ke rumah sakit khusus penderita penyakit TBC wanita di Pacet, Sindanglaya Jawa
Barat. Perawatan Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya
tidak juga mengalami perubahan, yang terjadi adalah kondisi Maria semakin
lemah.
Pada suatu kesempatan, Tuti dan
Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah Tuti mulai
terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri yang melewati
hari-harinya dengan bercocok tanam, ternyata juga mampu membimbing masyarakat
sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut
benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa kehidupan
mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau
dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan.
Tetapi juga di desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat
dilakukan.
Semakin hari hubungan Yusuf dan tuti
semakin akrab, sementara itu kondisi kesehatan Maria justru semakin
mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun sudah tidak dapat berbuat lebih
banyak lagi. Pada saat kritis Maria mengatakan sesuatu sebelum ia menginggal.
“Badan
saya tidak kuat lagi, entah apa sebabnya. Tak lama lagi saya hidup di dunia
ini. Lain-lain rasanya… alangkah berbahagia saya rasanya di akhirat nanti,
kalau saya tahu, kalau kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan
seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya
yang penghabisan dan saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku
masing-masing mencari peruntungan pada orang lain.” Demikianlah pesan
terakhir almarhum Maria.
Setelah beberapa lama kemudian,
sesuai dengan pesan terakhir Maria, Yusuf dan Tuti menikah dan bahagia
selama-lamanya.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusizin kopas tapi gak semuanya
BalasHapussilahkan..
HapusMakasih,aktikelnya bagus
BalasHapusterima kasih..semoga bermanfaat..
Hapusudah bagus, cuma lebih bagus to the point aja, dan bukti tekstual berserta halaman kurang lengkap. terima kasih telah membantu saya dalam mengerjakan atugas
BalasHapusterima kasih kembali, semoga bermanfaat..
Hapusijin kopas tapi ga semua nya, bolehkan
BalasHapusboleh, silahkan..
HapusIntinya ajah kak soalnya agak ribet😊
BalasHapusIntinya ajah kak soalnya agak ribet😊
BalasHapusIzin kopas
BalasHapus